Penggunaan standard akuntansi Internasional di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1973. pada saat itu, Indonesia menggunakan aturan-aturan akuntansi yang berasal dari Belanda. Kemudian tahun 1975 hingga tahun 1984, Indonesia mengunakan aturan Generally Accepted Accounting Principle (GAAP) dari AS. Tahun selanjutnya ada perubahan pada aturan-aturan dalam GAAP, tetapi Indonesia tetan menggunakannya. Tahun 1994, Indonesia mulai mengunakan akuntansi dari IAS, hingga saat ini. Namun, aturan IAS yang diterapkan Indonesia sifatnya baru harmonisasi saja, belum mengadopsi secara penuh dan menyeluruh terhadap aturan-aturan IAS.
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya “Cuma sifatnya kita baru harmonisasi. Ke depan nanti, kita harus melakukan full adoption atas standar internasional itu. Sebetulnya, yang paling utama diinginkan adalah untuk perusahaan publik.
Agar jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan, ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau memilih bagian-bagian yang sesuai dengan kondisi Indonesia. harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEJ akan kesulitan untuk menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuasi standard nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menterjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standard di Negara tersebut. Hal in jelas akan menghamabat perekonomian dunia, dan aliran modal akan bekurang dan tidak mengglobal.
Selasa, 12 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar